Kalau kamu seorang penulis konten atau blogger yang berkutat dengan WordPress dan pengguna plugin Yoast SEO, pasti sudah nggak asing lagi dengan dua bulatan kecil di pojok kanan atas editor: satu untuk SEO, satu lagi skor keterbacaan Yoast SEO. Dan jujur saja, ada kepuasan tersendiri saat kedua bulatan itu berubah warna menjadi hijau, kan? Rasanya seperti dapat validasi: “Kerja bagus! Artikelmu siap meluncur!”
Tapi, pernahkah kamu merasa frustrasi saat mengejar lampu hijau untuk skor keterbacaan? Terutama saat menulis dalam Bahasa Indonesia. Kamu sudah merasa tulisanmu enak dibaca, mengalir, dan informatif, tapi si Yoast masih saja cemberut dengan bulatan oranye atau bahkan merah.
Muncullah pertanyaan besar: Sepenting itukah skor keterbacaan plugin Yoast SEO? Apakah Google benar-benar peduli kalau kalimat kita katanya “terlalu pasif” atau “terlalu panjang”? Apakah mengejar lampu hijau ini sepadan dengan usaha, waktu, dan kadang-kadang, mengorbankan gaya tulisan kita sendiri?
Yuk, kita bedah tuntas mitos dan realitas di balik skor keterbacaan Yoast SEO, khusus dari kacamata penulis konten berbahasa Indonesia.
Sebenarnya Apa Sih yang Dinilai Oleh Yoast Keterbacaan?
Sebelum menghakimi, ada baiknya kita kenalan dulu dengan cara kerja fitur ini. Anggap saja analisis keterbacaan Yoast sebagai asisten editor digital yang super teliti (dan kadang agak kaku). Tujuannya mulia: membuat tulisanmu lebih mudah diakses oleh audiens yang lebih luas, bukan untuk membuatnya jadi dangkal.
Yoast menggunakan sistem “lampu lalu lintas” yang intuitif: hijau (bagus), oranye (perlu perbaikan), dan merah (ada masalah serius). Penilaian ini didasarkan pada beberapa metrik utama:
- Panjang Kalimat : Yoast nggak suka kalimat yang terlalu panjang, katanya bikin pembaca kehilangan fokus. Batas idealnya adalah di bawah 20 kata per kalimat.
- Panjang Paragraf : Paragraf yang terlalu gemuk (lebih dari 150 kata) akan menciptakan “dinding teks” yang bikin pembaca malas. Solusinya? Pecah jadi paragraf-paragraf yang lebih pendek dan renyah.
- Distribusi Subjudul : Kalau ada bagian tulisanmu yang lebih dari 300 kata tanpa subjudul (H2, H3, dst.), Yoast akan protes. Subjudul ini penting banget sebagai penunjuk jalan bagi pembaca yang suka scanning atau membaca cepat.
- Suara Pasif (Passive Voice) : Nah, ini salah satu yang paling sering jadi biang keladi, dan masalah. Terutama bagi saya!!. Yoast akan memberi nilai merah kalau penggunaan kalimat pasifmu lebih dari 10%. Alasannya, kalimat pasif dianggap membuat tulisan jadi bertele-tele dan kurang bertenaga.
- Kata Transisi : Yoast ingin setidaknya 30% kalimatmu mengandung kata transisi seperti ‘karena’, ‘selain itu’, ‘namun’, atau ‘akibatnya’. Kata-kata ini dianggap sebagai lem yang merekatkan ide-ide dalam tulisanmu agar alurnya mulus.
- Skor Flesch Reading Ease : Ini adalah formula klasik yang mengukur keterbacaan berdasarkan rata-rata panjang kalimat dan jumlah suku kata per kata. Skornya 0-100, makin tinggi makin gampang dibaca. Untuk konten web, skor idealnya sekitar 60-70.
Intinya, semua metrik ini adalah proksi untuk mengukur beban kognitif pembaca. Semakin banyak aturan yang dilanggar, semakin keras otak pembaca harus bekerja untuk mencerna informasimu. Dalam dunia online di mana rentang perhatian sangat pendek, beban kognitif yang tinggi bisa membuat pengunjung kabur.
Saya akan membagi artikel ini menjadi 2 bagian, yaitu Masalah dan Solusi
A. Masalah
Skor Keterbacaan Hijau = Ranking Google Naik?
Ini dia pertanyaan jutaan dolar. Apakah Google peduli dengan semua lampu hijau yang susah payah kita kumpulkan?
Jawabannya, secara langsung: TIDAK.
John Mueller, salah satu petinggi di Google, sudah berkali-kali mengonfirmasi bahwa tingkat keterbacaan (seperti skor Flesch) bukanlah faktor peringkat langsung dalam algoritma mereka. Google tidak punya algoritma yang secara spesifik menghitung skor keterbacaan artikelmu untuk menentukan posisinya di hasil pencarian. Sebuah studi bahkan menunjukkan tidak ada korelasi statistik antara skor keterbacaan dengan peringkat di Google. Sumber : Google Search Central
Jadi, kalau kamu begadang semalaman hanya untuk mengubah kalimat dari pasif ke aktif demi lampu hijau dengan harapan besok ranking langsung meroket, kamu mungkin akan kecewa.
TAPI… Tunggu Dulu, Ceritanya Nggak Selesai di Situ!
Meskipun bukan faktor langsung, keterbacaan punya dampak tidak langsung yang SANGAT BESAR terhadap SEO. Inilah bagian yang sering disalahpahami. Hubungannya adalah sebuah reaksi berantai:
- Keterbacaan yang Baik → Pengalaman Pengguna (UX) yang Lebih Baik : Konten yang mudah dibaca dan dipahami tentu membuat pengunjung senang dan puas. Mereka tidak perlu mengernyitkan dahi untuk mengerti maksudmu.
- UX yang Baik → Sinyal Perilaku Positif : Pengunjung yang puas akan cenderung tinggal lebih lama di halamanmu (Dwell Time meningkat) dan tidak langsung kabur setelah membuka satu halaman (Bounce Rate menurun).
- Sinyal Perilaku Positif → Google “Melihat” Kualitas : Google mungkin tidak membaca skor Yoast-mu, tapi mereka “melihat” perilaku jutaan penggunanya. Dwell time yang lama dan bounce rate yang rendah adalah sinyal kuat bagi Google bahwa halamanmu berkualitas dan relevan dengan apa yang dicari pengguna.
- Sinyal Kualitas → Peluang Peringkat Lebih Baik : Halaman yang dianggap berkualitas tinggi oleh Google punya probabilitas lebih tinggi untuk mendapatkan peringkat yang baik dalam jangka panjang.
Jadi, keterbacaan itu bukan bahan bakar utama yang membuat mobil SEO-mu melaju, tapi lebih seperti oli pelumas yang membuat mesinnya bekerja jauh lebih efisien dan tidak cepat panas. Mengabaikannya sama saja seperti membiarkan rem tangan sedikit terpasang saat kamu sedang berusaha tancap gas.

“Masalah Khas Indonesia”, Saat Aturan Yoast Terasa Nggak Nyambung
Nah, di sinilah letak masalah utamanya. Yoast memang secara resmi mendukung analisis untuk Bahasa Indonesia. Tapi, kita harus ingat, algoritma ini lahir dan besar di lingkungan berbahasa Inggris. Akibatnya, beberapa aturannya terasa aneh dan dipaksakan saat diterapkan pada struktur Bahasa Indonesia.
Ini beberapa “kejanggalan” yang paling sering saya temui:
- Momok Kalimat Pasif : Ini adalah biang kerok nomor satu. Dalam Bahasa Indonesia, penggunaan kalimat pasif (dengan awalan di- atau ter-) itu sangat umum, wajar, dan seringkali lebih sopan atau lebih pas untuk konteks tulisan formal, teknis, atau deskriptif. Yoast yang terus-menerus menyalahkan kalimat pasif seringkali tidak relevan. Memaksakan semua jadi kalimat aktif justru bisa membuat tulisan kita terdengar kaku dan aneh.
- Kalimat yang “Katanya” Kepanjangan : Struktur kalimat majemuk bertingkat dalam Bahasa Indonesia, yang menggunakan kata seperti ‘yang’, ‘sehingga’, atau ‘karena’, secara alami bisa lebih panjang untuk menjelaskan hubungan sebab-akibat yang kompleks. Selama alurnya jelas, kalimat panjang tidak selalu berarti buruk. Memotongnya secara paksa demi Yoast bisa merusak ritme dan kejelasan tulisan.
- Daftar Kata Transisi yang Terbatas : Kekayaan konjungsi dan frasa penghubung dalam Bahasa Indonesia mungkin tidak semuanya masuk dalam “kamus” Yoast. Jadi, bisa saja tulisanmu sudah mengalir dengan baik, tapi tetap dapat skor jelek di metrik ini.
- Akurasi Skor Flesch yang Meragukan : Formula ini sangat bergantung pada struktur suku kata dan jumlah kata fungsional pendek (seperti ‘a’, ‘the’, ‘is’ dalam Bahasa Inggris). Menerapkannya mentah-mentah ke Bahasa Indonesia, yang punya karakteristik berbeda, membuat akurasi skornya sangat dipertanyakan.
Jadi, bagaimana kita harus menyikapinya? Anggap saja saran keterbacaan Yoast untuk Bahasa Indonesia ini seperti nasihat dari teman bule yang niatnya baik, tapi kadang kurang paham konteks lokal.
B. Solusi
Cara Memanfaatkan Yoast Tanpa Menjadi Budaknya
Kuncinya adalah menjadi penulis yang cerdas. Gunakan Yoast sebagai alat bantu, bukan sebagai bos yang semua perintahnya harus dituruti.
Fondasi Harus Kuat Dulu! Sebelum pusing dengan lampu hijau, pastikan fondasi artikelmu kokoh. Lakukan riset kata kunci, pahami search intent (apa yang sebenarnya dicari pengguna), dan yang terpenting, tulis konten yang berkualitas, bermanfaat, dan orisinal. Keterbacaan adalah tahap polishing, bukan tahap membangun.
1. Kapan Harus Patuh pada Yoast
- Panjang Paragraf & Distribusi Subjudul : Ini hampir selalu benar. Pecah “dinding teks” menjadi paragraf-paragraf pendek (maksimal 3-4 baris) dan gunakan subjudul (H2, H3) secara rutin. Ini adalah aturan emas penulisan web yang akan sangat membantu pembaca.
- Panjang Kalimat : Gunakan ini sebagai alarm. Jika banyak kalimatmu yang ditandai merah, mungkin memang ada beberapa yang terlalu berbelit-belit. Coba baca ulang dan sederhanakan. Tapi jika kalimat itu panjang namun tetap jelas, biarkan saja.
- Kata Transisi : Jika skornya rendah, ini pengingat yang bagus untuk memeriksa kembali alur tulisanmu. Apakah ada lompatan logika yang kasar? Mungkin dengan menambahkan “Namun,” atau “Di sisi lain,” tulisanmu jadi lebih enak dibaca.
2. Kapan Harus Percaya Diri Mengabaikan Yoast:
- Suara Pasif : Jika kalimat pasif terdengar lebih natural, formal, atau lebih pas untuk konteks tulisanmu dalam Bahasa Indonesia, abaikan saja peringatan Yoast dengan percaya diri. Penilaianmu sebagai penutur asli jauh lebih berharga daripada algoritma.
- Skor Flesch Reading Ease : Jangan terlalu dipikirkan. Fokus saja pada metrik lain yang lebih konkret.
- Kalimat Berurutan : Kadang, pengulangan kata di awal kalimat adalah gaya bahasa (anafora) yang disengaja untuk penekanan. Kalau kamu melakukannya dengan sengaja dan efektif, itu bukan kesalahan.
Kembangkanlah apa yang bisa kita sebut “Penilaian Editorial yang Diinformasikan oleh Algoritma”. Kamu adalah editor seniornya. Yoast adalah asisten junior yang rajin menandai semua potensi masalah berdasarkan buku panduannya. Tugasmu adalah meninjau tanda-tanda itu dan memutuskan: “Apakah ini benar-benar masalah bagi pembacaku, atau ini hanya keterbatasan dari alat yang kugunakan?”
Kesimpulan : Jadi, Penting Nggak Sih?
Jawabannya adalah : Penting, tapi tidak sepenting yang kamu kira, dan tidak dengan cara yang kamu kira.
Skor keterbacaan Yoast tidak penting sebagai faktor peringkat langsung. Google tidak peduli.
Tapi, skor ini sangat penting sebagai cermin untuk membantumu menulis konten yang lebih ramah pengguna. Dengan meningkatkan pengalaman pengguna, kamu secara tidak langsung mengirimkan sinyal-sinyal positif yang disukai Google.
Kalau saya sendiri ini yang biasa saya lakukan :
- Gunakan indikator seo keterbacaan sebagai tahap polishing / editing.
- Perhatikan apa permasalahan yang ada indikator, kalau ternyata panjang kalimat dalam paragrap, heading atau yang pernah saya sebutkan sebelumnya akan saya ikuti dan ubah. Sedangkan masalah gaya bahasa, saya skip!!. Saya gak akan mengorbankan gaya tulisan saya hanya untuk melihat indikator Yoast keterbacaan tersenyum.
- Penting : Yoast mempunyai 2 indikator yang satu untuk search engine (wajib hijau) dan keterbacaan untuk pengunjung. Nah, jadi kalau gak mau ambil ribet dengan indikator yang gak mau-mau berubah hijau mendih coba deh berulang-ulang kali. Anggap kamu adalah pembaca, apakah tulisan kamu sudah enak dibaca atau kerasa masih ada yang kurang?
Jadi, jangan jadi budak lampu hijau. Jadilah penulis cerdas yang menggunakan setiap alat yang ada untuk keuntunganmu, sambil tetap memegang kendali penuh atas karyamu. Pada akhirnya, tulisan terbaik adalah tulisan yang tidak hanya dipahami oleh algoritma, tetapi juga beresonansi dengan manusia yang membacanya.
Frequently Asked Questions (FAQ)
Belum tentu. Peringkat Google jauh lebih kompleks. Selama kontenmu berkualitas tinggi, relevan dengan pencarian pengguna, dan memberikan pengalaman yang baik secara keseluruhan, kamu masih punya peluang besar untuk berperingkat baik. Skor merah dari Yoast sebaiknya dianggap sebagai saran untuk meninjau kembali, bukan vonis akhir.
Tidak perlu. Fokuslah untuk mendapatkan lampu hijau secara keseluruhan di tab “Readability”. Beberapa poin individual yang berwarna oranye itu wajar, terutama poin “passive voice” untuk artikel Bahasa Indonesia. Gunakan penilaianmu sendiri.
Ada beberapa alternatif populer seperti Rank Math atau All in One SEO. Masing-masing punya kelebihan, misalnya Rank Math sering dianggap lebih kaya fitur di versi gratisnya. Namun, untuk analisis keterbacaan bahasa, kemungkinan besar mereka menghadapi tantangan linguistik yang sama. Pilihan plugin sebaiknya didasarkan pada keseluruhan fitur, antarmuka, dan harga yang paling cocok untukmu, bukan hanya karena analisis keterbacaannya.
Fokus pada fondasi utama SEO:
- Riset Kata Kunci : Tahu apa yang dicari orang.
- Pahami Search Intent : Pahami tujuan di balik pencarian itu.
- Konten Berkualitas Tinggi : Buat konten yang paling komprehensif, bermanfaat, dan orisinal.
- Struktur yang Baik : Gunakan judul, subjudul, dan daftar untuk membuat konten mudah dipindai.